LaporCovid-19 mendesak agar pemerintah tidak mengabaikan data kematian sebagai indikator evaluasi pemberlakukan PPKM. Data kematian adalah indikator dampak dan skala pandemi yang perlu diketahui warga agar tidak abai risiko. Pemerintah wajib membenahi teknis pendataan, serta memasukan data kematian probabel, bukan menghilangkannya.
11 Agustus 2021 Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pemerintah tidak memakai data kematian sebagai indikator untuk melakukan evaluasi terhadap Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 dan PPKM Level 3 di sejumlah daerah. Hal itu dilakukan karena data kematian yang dilaporkan ternyata tidak akurat akibat adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu sebelumnya.
Dalam penerapan PPKM Level 4 dan 3 yang akan dilakukan pada tanggal 10-16 Agustus 2021, terdapat 26 kota atau kabupaten yang turun dari Level 4 ke Level 3. Hal ini menunjukkan perbaikan kondisi di lapangan yang cukup signifikan. Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian karena kami temukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian, kata Luhut dalam konferensi pers yang disiarkan di Youtube Kemenko Marves, Senin (9/8/2021).
Keputusan pemerintah tak memakai data kematian dalam evaluasi PPKM Level 4 dan 3 itu tentu patut dipertanyakan. Sebab, data kematian adalah indikator yang sangat penting untuk melihat seberapa efektif penanganan pandemi Covid-19 yang telah dilakukan pemerintah.
Ketidakakuratan data kematian yang ada seharusnya tidak menjadi alasan bagi pemerintah untuk mengabaikan data tersebut. Dengan menyadari bahwa data kematian itu tidak akurat, pemerintah seharusnya berupaya memperbaiki data tersebut agar benar-benar akurat.
Apalagi, data kematian yang selama ini diumumkan oleh pemerintah pun sebenarnya belum cukup untuk menggambarkan betapa besarnya dampak pandemi Covid-19. Hal ini karena jumlah kematian yang diumumkan pemerintah pusat ternyata masih jauh lebih sedikit dibanding data yang dilaporkan pemerintah daerah.
Pemerintah juga seharusnya mempublikasikan jumlah warga yang meninggal dengan status probable agar masyarakat memahami secara lebih akurat dampak pandemi yang terjadi. Perbaikan data ini yang harus dilakukan, bukan malah mengabaikan data kematian dan tak memakainya dalam evaluasi PPKM Level 4 dan 3.
Berdasarkan data yang dikumpulkan tim LaporCovid19, ada lebih dari 19.000 kematian yang sudah dilaporkan oleh pemerintah kabupaten/kota, tapi tak tercatat di data pemerintah pusat. Data dari 510 pemerintah kabupaten/kota yang dikumpulkan tim LaporCovid19 menunjukkan, hingga 7 Agustus 2021, terdapat 124.790 warga yang meninggal dengan status positif Covid-19.
Sementara itu, jumlah kematian positif Covid-19 yang dipublikasikan pemerintah pusat pada waktu yang sama sebanyak 105.598 orang. Artinya, antara data pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah pusat, terdapat selisih 19.192 kematian.
Sumber data: situs kota/kabupaten (sebagian dari situs provinsi) seluruh Indonesia yang dikumpulkan oleh KawalCovid19 dan laporan harian Kemenkes RI lalu diolah oleh Tim LaporData LaporCovid19.
Bila dijabarkan, berikut adalah 10 provinsi dengan selisih angka kematian positif terbesar:
Jawa Tengah -9,662
Jawa Barat -6,215
DI Yogyakarta -889
Papua -663
Kalimantan Barat -643
Sumatera Utara -616
Kalimantan Tengah -301
Jawa Timur -294
Banten -140
Nusa Tenggara Barat -112
Per 7 Agustus 2021, 10 provinsi dengan jumlah kematian terbesar adalah sebagai berikut:
Jawa Tengah 31.914
Jawa Timur 2.297
Jawa Barat 16.534
DKI Jakarta 12.750
DI Yogyakarta 4.737
Kalimantan Timur 3.886
Riau 2.828
Lampung 2.603
Banten 2.437
Bali 2.385
Sebanyak 10 provinsi tersebut merepresentasikan 82,5% jumlah kematian positif Covid-19 di Indonesia.
Data kematian yang selama ini dipublikasikan pemerintah belum mencakup kematian warga dengan status probable. Berdasarkan data yang dikumpulkan LaporCovid19, akumulasi kematian probable di Indonesia setidaknya telah mencapai 26.326 jiwa.
Oleh karena itu, jika kematian positif Covid-19 diakumulasikan dengan kematian probable, total kematian terkait pandemi di Indonesia telah mencapai 151.116 jiwa.
Di sisi lain, jumlah kematian yang terjadi di luar rumah sakit belum tercatat secara baik dalam sistem pencatatan milik pemerintah. Padahal, berdasar data yang dikumpulkan tim LaporCovid19, banyak warga yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri di rumah atau tempat lain.
Sejak awal Juni hingga 7 Agustus 2021, tim LaporCovid19 mencatat sedikitnya 3.007 warga meninggal di luar rumah sakit. Jumlah kematian yang sesungguhnya bisa jadi jauh lebih banyak karena data itu baru berasal dari 108 kota/kabupaten di 25 provinsi.
Apalagi, saat ini, hanya satu provinsi, yakni DKI Jakarta, yang mempublikasikan data kematian warga saat isolasi mandiri. Oleh karena itu, LaporCovid19 mendesak pemerintah daerah lainnya untuk mempublikasikan data jumlah kematian warga saat isolasi mandiri. Keterbukaan ini penting agar masyarakat makin memahami dampak pandemi Covid-19.
LaporCovid-19 adalah wadah (platform) sesama warga untuk berbagi informasi mengenai angka kejadian terkait COVID-19 di sekitar kita. Pendekatan bottom-up melalui citizen reporting atau crowdsourcing agar setiap warga bisa ikut menyampaikan informasi seputar kasus terkait COVID-19. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi:
Website : www.laporcovid19.org ,
IG : @laporcovid19 ,
Twitter : @laporcovid ,
FB : Koalisi Warga LaporCovid-19
Narahubung:
Said Fariz Hibban (+62 815-2744-0489)