Sistem Karantina Lemah, Penyebaran Covid-19 Kian Berbahaya

SIARAN PERS

Sistem Karantina Lemah, Penyebaran Covid-19 Kian Berbahaya

 

JAKARTA Sistem karantina pada masa pandemi Covid-19 bagi warga negara asing yang masuk ke Indonesia masih lemah. Hal ini, antara lain, tampak pada kasus WNA yang berkeliaran di hotel karantina dan pungutan sejumlah uang kepada WNA untuk menghindari karantina. Longgarnya sistem karantina tersebut bisa membahayakan masyarakat seiring munculnya varian baru Covid-19.

Laporan Warga yang masuk ke chatbot LaporCovid-19 menyebutkan, sejumlah WNA berkeliaran tanpa mematuhi protokol kesehatan saat karantina. Hal ini sangat meresahkan masyarakat. Parahnya lagi, ditemukan praktik pungutan liar yang memanfaatkan lemahnya sistem karantina untuk keuntungan pribadi. Caranya, memfasilitasi warga negara India yang ingin masuk Indonesia tanpa karantina dengan membayar sekitar Rp. 6,5 juta.

Dua kasus ini menunjukan pelaksanaan karantina bagi pelaku perjalanan internasional memiliki celah untuk dilanggar. Penyebabnya, regulasi yang tidak ketat dan oknum petugas yang tidak berintegritas, kata relawan LaporCovid-19, Yemiko Happy, Selasa (4/5/2021), di Jakarta.

Padahal, Menurut SE No. 8/2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi Covid-19, setiap orang yang ingin masuk ke Indonesia, termasuk WNA, diwajibkan melakukan 5×24 jam karantina dan pemeriksaan PCR ulang dengan hasil negatif. Jika negatif, yang bersangkutan diperkenankan melanjutkan perjalanan dan dianjurkan menjalani karantina mandiri selama 14 hari serta menerapkan protokol kesehatan.

Sayangnya, lanjut Yemiko, respons pemerintah terhadap longgarnya karantina cenderung normatif dan tidak tegas. Kasus Oakwood (hotel karantina), misalnya, Satgas Covid wilayah Kamal Muara dan Satpol PP hanya melakukan tanya jawab biasa dengan manajemen, tanpa pengusutan kasus lebih lanjut.

Pemprov DKI Jakarta akhirnya memberikan surat teguran setelah kasus tersebut viral. Adapun kasus penyuapan agar pelaku perjalanan tidak menjalani karantina kini dalam tahap proses hukum. Pelaku dan semua yang terlibat dalam kasus tersebut harus dihukum seberat-beratnya. Ini untuk menjamin penanganan pandemi berjalan dengan baik.

Mereka tidak hanya membahayakan nyawa masyarakat, tetapi juga memalukan nama Indonesia di mata dunia dalam penanganan pandemi. Di sisi lain, kasus positif Covid-19 mengalami peningkatan di sejumlah negara, terutama India. Bahkan, muncul varian baru virus SARS-CoV-2 di India, yaitu B.1.617, yang lebih ganas. Kegagalan dalam karantina bisa memperparah pandemi di Indonesia, ujarnya.

Yemiko menilai, kelonggaran karantina harus menjadi bahan evaluasi regulasi Pemerintah Pusat, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, dan Keimigrasian. Berbagai pemangku kebijakan perlu meningkatkan pengawasan karena tidak sedikit pelaku perjalanan dari luar negeri yang memanfaatkan celah untuk berwisata di tengah pandemi, katanya.

Pemerintah seharusnya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan penanganan pandemi, termasuk pelaksanaan karantina. Kolaborasi dan tindakan tegas diperlukan untuk menunjukkan empati terhadap masyarakat yang sudah menaati protokol kesehatan. Ketidaktegasan, inkonsistensi, dan ketidakadilan dalam penanganan pandemi oleh pemerintah hanya akan menurunkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, ujar Yemiko.

 

 

Silahkan unduh siaran pers ini melalui tautan berikut