Jakarta, 5 Juli 2020 Selama sekitar sebulan sejak diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi pada fase tatanan kehidupan baru atau “New Normal,” angka penambahan kasus Covid-19 di wilayah DKI Jakarta terus meningkat. Seiring dengan meningkatnya jumlah tes berbasis molekuler yang dilakukan, transmisi kasus masih menunjukkan peningkatan. Di saat bersamaan, pengguna transportasi umum Transjakarta dan Commuter Line mengalami peningkatan secara bertahap, sehingga membutuhkan perhatian dan pemantauan khusus sebagai bagian dari pencegahan penyebaran COVID19. Per Senin (28/7) pengguna Transjakarta capai 200.000 padahal rute yang berjalan cuma 29 saja.
Melalui Program Active Case Finding, Dinas Kesehatan bahkan telah menemukan transmisi virus Corona terjadi di sejumlah pasar tradisional dengan 345 pedagang positif. Setidaknya ada 303 pasar tradisional tersebar di seluruh DKI Jakarta, namun hingga hari ini Pemprov DKI Jakarta baru melakukan pengetesan di 128 pasar.
Merujuk pada acuan Badan Kesehatan Dunia (WHO), salah satu syarat pelonggaran pembatasan sosial adalah positivity rate dibawah 5% yang artinya prosentase jumlah pasien positif yang dites berbasis molekuler tidak lebih dari 5%. Khusus untuk DKI Jakarta, meskipun ada kecenderungan menurun, rerata angka positif di DKI Jakarta beberapa kali meningkat. Bahkan, pada 26 Juni 2020 positivity rate mencapai 7.1%. Artinya angka rerata positif masih fluktuatif.
Merespon hal ini,LaporCovid-19.orgbersama Social Resilience Lab, NTU melakukan studi berbasis survei untuk memetakan persepsi risiko warga terhadap Covid-19. Studi ini dilakukan dari tanggal 29 Mei hingga 20 Juni 2020 dan berhasil mendapatkan lebih dari 200.000 responden yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Setelah uji validitas dilakukan, terdapat jumlah total 154,471 responden yang valid.Sebelumnya, pada empat hari awal masa studi, terdapat sebanyak 3,079 responden yang valid. Saat itu kami mendapatkan bahwa persepsi warga DKI terhadap New Normal cendenrung kurang siap (3.46).
Metode dan Hasil
Dengan menggunakan Metode Quota Sampling berdasarkan variable penduduk per kelurahan, survei online dilakukan melalui platform Qualtrics yang disebar melalui aplikasi pesan instan (WhatsApp) kepada warga DKI Jakarta. Penyebaran survei dilakukan melalui jaringan Palang Merah Indonesia (PMI), Biro Tata Pemerintahan DKI Jakarta, Beberapa camat di DKI Jakarta, dan Jaringan komunitas warga.
Studi ini menggunakan tiga metode analisa, yaitu statistik deskriptif untuk mendapatkan gambaran demografi responden serta informasi dasar terkait variabel studi; analisa Spearman rho untuk mengukur korelasi antar variabel dan faktor demografi; dan formulasi pengukuran indeks persepsi risiko (Risk Perception Index) yang digunakan untuk mengukur kecenderungan umum dari persepsi risiko responden terhadap situasi pandemi dengan memasukkan 6 variabel, yakni Risk Perception, Self-Protection, Information, Knowledge, Social Capital, dan Economy.
Sebanyak 65.2% responden adalah perempuan. Dari aspek pendidikan, sebagian besar responden adalah lulusan SMA (58.47 persen) dan Sarjana (19.39 persen). Sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga (47.28 persen), diikuti oleh pekerja swasta (21.60%) dan mahasiswa sebesar 2.3 persen saja. Dari sisi risiko Kesehatan terhadap infeksi Covid-19, sebanyak 85.76 persen responden mengaku tidak mengetahui/tidak memiliki komorbiditas.
Secara keseluruhan, skor Risk Perception Index (RPI) Jakarta adalah sebesar 3.30 (skala 5) atau turun 0.16 dari temuan di awal studi. Secara deskriptif, skor ini berarti warga DKI secara umum memiliki tingkat persepsi risiko yang cenderung Agak Rendah. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa kebijakan, skor ini mengindikasikan masih kurang siapnya warga DKI memasuki era New Normal di mana kegiatan sosial ekonomi dibuka secara penuh.
Selain skor RPI yang rendah, ada tiga temuan penting dari survei persepsi risiko ini. Pertama, secara keseluruhan warga DKI memiliki perilaku menjaga diri yang baik. Ini ditunjukkan dari skor variabel Self Protection yang tinggi yang mencakup tiga aspek utama, yakni penggunaan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Tetapi di sisi lain, nilai variabel persepsi risiko sangat rendah. Hal ini mengindikasikan kuatnya kecenderungan warga DKI untuk menganggap remeh wabah Covid-19. Sebagian besar responden percaya bahwa kemungkinan mereka tertular Covid-19 itu sangat kecil. Hal ini berkorelasi dengan kondisi ekonomi di mana sebagian besar responden merasakan dampak ekonomi secara signifikan sehingga mempengaruhi persepsi atas risiko Covid-19.
?
Survei ini dipimpin oleh Sulfikar Amir (+62 821-1728-6288) dari NTU, salah satu kolaborator ahli LaporCovid-19
Siaran ulang bisa disaksikan di kanal YouTube Lapor Covid 19
Silahkan unduh siaran pers berikut melalui tautan ini
Peta olahan dengan resolusi tinggi bisa diunduh disini
Diolah oleh:
Jonathan Hardianto Wibisono
Peneliti di Rujak Center for Urban Studies